POSISI KYAI BAGI SENTRALISASI MORAL KEHIDUPAN MASYARAKAT
(1) IAIN Syekh Nurjati Cirebon
(*) Corresponding Author
Abstract
ABSTRAK
Penyebutan istilah kiyai terhadap seseorang, dalam pembicaraan secara umum ada tiga istilah yang biasa digunakan yaitu kiyai,kiai dan kyai. Melalui tulisan ini, penulis lebih cenderung menggunakan kata kiyai. Di daerah Periangan, kyai disebut ajengan; di daerah Banten disebut abuya (kiyai yang dianggap sangat terhormat atau kiyai besar); Di beberapa daerah di Bekasi dan Karawang, kiyai sering disebut mu’allim yang artinya orang yang berilmu. Penulis cenderung menggunakan makna kyai sebagai suatu gelar kehormatan yang diberikan masyarakat kepada seseorang yang memiliki kedalaman ilmu-ilmu keislaman, di samping karena ketaatan dan kesalehannya dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-laranganNya. Ia dipercaya oleh masyarakat, lantaran ia tidak segan-segan dan tidak bosan-bosan memberikan nasihat ketaqwaan dan kesabaran (wa tawashaw bil-haq wa tawashaw bish-shabr); ia bukan politikus apalagi birokrat; ia bukan pengusaha apalagi manager dalam suatu perusahaan; Sebaliknya, ia adalah seorang pendidik, pengajar dan penganjur ajaran Islam kepada ummat.
Kata Kunci: Kyai, Kepemimpinan Kyai, dan Peranan Kyai.
Full Text:
PDFReferences
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir Djaelani. 1994. Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam Di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.
Abdurrachman Wachid, 1979. Pesantren sebagai Subkultur dalam Dawam Rahardjo (Ed) Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: , LP3ES.
Abu Hamid, 1993. Sistem Pendidikan Pesantren dan Madrasah di Sulawesi Selatan dalam Taufiq Abdullah (Ed), Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta Rajawali.
Achmad Tafsir, 1995. Epistemologi Pendidikan Islam. Bandung: Rosda Karya.
-------------------, 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perespektif Islam, Bandung : Rosda Karya.
Dawam Rahardjo, 1982. Gambaran Pemuda Santri dalam Taufiq Abdullah (Ed)Pemuda dan Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.
---------------------- (Ed), Pesantren dan Pembaharuan, LP3ES, Jakarta, 1986
Horikosih, Hiroko. 1987. Kiyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M.
Karel A. Steenbrink. 1978. Pesantren, Madrasah dan Sekolah. Jakarta: LP3ES.
Marwan Saridjo. 1996. Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Karya Bhakti.
Mastuhu, 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS.,
Moh. Rusli Karim. 1996. Pendidikan Islam sebagai Upaya Pembebasan Manusia, dalam Muslih Usa (Ed) Sistem Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Tiara Wacana.
Nasution, Harun. 1998. Iptek berwawasan Moral, Perspektif Filsafat dan Pemikiran Islam dalam Mastuhu, dkk (Ed), Iptek Berwawasan Moral. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah Press.
---------------------, Perlunya Menghidupkan Kembali Pendidikan Moral, dalam Saiful Mujani dan Arief Subhan (Ed) Pendidikan Agama dalam Perpektif Agama Agama, Dirjen Dikti, Depdikbud, Jakarta, 1995
Nurcholis Madjid. 1982. Kurikulum Pondok Pesantren dalam Dawam Rahardjo (Ed) Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES
Sudjoko Prasodjo. 1982. Profil Pesantren, Jakarta: LP3ES.
Suyoto, 1985. Pesantren dan Pendidikan dalam Dawam Rahardjo (Ed), Pergulatan Pesantren. Jakarta: P3M.
Umar Hasyim. 1998. Mencari Ulama Pewarisa Nabi Selayang Pandang Sejarah Ulama. Surabaya: Bina Ilmu.
Undang Undang RI Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1989
Wahjoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan, Jakarta: Gema Insani Press.
Zamachsyari Dzofier. 1984. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiyai. Jakarta: LP3ES.
Zubaidi Habibullah Asy’ari, 1996. Moralitas Pendidikan Pesantren, , Yogyakarta: LKPSM.
DOI: 10.24235/jiem.v2i1.2876
Article Metrics
Abstract view : 148 timesPDF - 93 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2022 Isnin Agustin Amalia
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
JIEM (Journal of Islamic Education Management) indected by:
Â