PRAKTIK PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI PONDOK PESANTREN DAR AL-TAUHID CIREBON
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Keragaman etnik, bahasa serta budaya, merupakaan kenyataan yang tidak terbantahkan. Dalam peradaban modern bahkan bisa dikatakan tidak ada lagi wilayah di globus ini yang hanya di huni oleh satu etnik tertentu atau budaya tertentu. Hampir semua wilayah merupakan percampuran dari pelbagai etnik dan budaya. Dalam konteks kehidupan sosial di tengah keragaman,
karakter multikultural mutlak diperlukan. Yaitu sebuah karakter yang mampu mengenal, menerima, menghargai dan merayakan keragaman kultur. Penelitian ini mengkaji tentang Arjawinangun, sebuah wilayah kecil di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang telah sejak lama dihuni oleh beragam etnik, budaya, dan agama. Pesantren Dar al-Tauhid dalam hal ini dijadikan sebagai pusat perhatian kajian, sebuah pesantren tua yang dewasa ini dikenal sebagai pesantren yang berhasil mengusung nilai-nilai multikultural dalam kehidupan bermasyarakat.
Full Text:
PDFReferences
Abdullah.M. Amin, “Pengajaran kalam dan Teologi di Era Kemajemukan: Sebuah Tinjauan Materi dan Metode Pendidikan Agama†dalam Tashwirul Afkar, Jurnal Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, Edisi No. 11 Tahun 2001.
Baker. Fredrick J., Multicultural Versus Global Education: Why Not Two Sides of the Same Coin?†dalam http:// www.csupomona.edu/~jis/1999/baker.pdf. Cherry A. James A. Banks &. McGee Banks, Multicultural
Education: Issues and Perspectives (Boston: Allyn and Bacon, 1989).
Francisco Hidalgo, “Multicultural Education Landscape for Reform in the Twenty-first Centuryâ€, dalam http://
education.nmsu.edu/faculty/ci/ruchavez/ publication / 8_MULTI CULTURAL % 20 EDUCATION.pdf.
Jurnal Antropologi Indonesia, Departemen Antropologi, Universitas Indonesia, mengadakan simposium Internaasional di Makasar dengan mengungkap isu-isu yang berkaitan dengan multikulturalisme. Isu-isu yang dimaksud meliputi: demokrasi, hak-hak asasi manusia, kewarganegaraan, pendidikan, naasionalisme, konfliksosial, problem identitas dan etnisitas, hubungan kekuasaan dengan respon lokal terhadap keragaman, dan lain-lain. Simposium serupa diselenggarakan pada 2001 dan 2002 dengan mengambil tempat di Padang dan Denpasar.
Mas’ud. Abdurrahman, “Format Baru Pola Pendidikan Keagamaan pada Masyarakat Multikultural dalam Perspektif Sisdiknas†dalam Mu’amar Ramadhan dan Hesti Radinah (ed.), Antologi Studi Agama dan Pendidikan (Semarang: CV Aneka Ilmu, 2004).
Megawangi. Ratna, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007).
Mulkhan. Abdul Munir, “Humanisasi Pendidikan Islam†dalam Tashwirul Afkar, Jurnal Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, Edisi No. 11 Tahun 2001, hlm. 17-18. Bandingkan dengan Muhammad Ali, “Pendidikan PrulalisMultikuralis†dalam Harian Kompas, Edisi 26 April 2002, dan
Ahmad Fuad Fanani, “Pendidikan PluralisMultikultural dan Liberatif†dalam Harian Kompas, Edisi 3 Juli 2002.
Setiawan.M. Nurkholis, “PRIBUMISASI ALQURAN: Tafsir Berwawasan Ke-Indonesiaan†(Kaukaba: 2012), hlm 115.
Simposium Internasional Jurnal Antropologi Indonesia ke-3, Membangun Kembali Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika: Menuju Masyarakat Multikultural, 16-19 Juli 2002, di Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Pada Juni 2003, Jurnal Antropologi Indonesia menyelenggarakan workshop regional dengan tema: Multicultural Educatuon in Shouteast Asian Nation: Sharing Experience. Ruriko Okada, Multikultural Education in Japan: “What Can Japan Learn from Multicultural Australia?â€, dalam http://themargins.net/fps/student/okada.html.
Kemendiknas Tahun 2010-1014, Panduan Pembinaan Pendidikan Karakter di SMK (Jakarta: Renstra Direktorat 2011).
Wahid, A., (2009). Budi Pekerti Harus Diteladankan, Bukan Diajarkan. http://tribunjabar.co.id.
BLAKASUTA Edisi 13 Tahun 2008.
DOI: 10.24235/holistik.v14i1.161
Article Metrics
Abstract view : 997 timesPDF - 1023 times