Pemberdayaan Umat Islam Melalui Pemaknaan Kembali Nilai-Nilai Keislaman
(1) iain syekh nurjati cirebon
(*) Corresponding Author
Abstract
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah†(QS. 3: 110). Terjemahan ayat Alquran di atas pernah direalisasikan oleh Rasulullah dan umat Islam terdahulu dalam kehidupan nyata. Mereka menjadi umat terbaik dalam artian yang sesungguhnya.Terbaik secara politik, terbaik secara ekonomi, terbaik secara budaya, terbaik secara moral atau akhlak, terbaik dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, terbaik dalam segala aspek kehidupan. Islam dan umat Islam terhebat dan tidak ada yang menandingi kehebatannya, bukan hanya jargon tetapi terbukti dalam realitas kehidupan. Dalam waktu yang amat singkat, mereka berhasil meruntuhkan hegemoni Persia dan Romawi, dua negara adidaya yang ada saat itu, dan melebarkan jangkauan teritorinya hingga mencapai dua pertiga belahan dunia saat itu. Pada zaman keemasannya daulah Islamiyah berperan laksana mercusuar di tengah kegelapan dunia dan menjadi referensi bagi umat-umat agama lain.
Namun saat ini, Dunia Islam secara keseluruhan masih berada dalam kultur pra-industri. yang mustahil dapat bersaing dengan Barat yang telah jauh berada dalam kultur industri modern. Jargon kebangkitan Islam yang telah dicetuskan pada abad ke-14 Hijriyah masih belum mampu menghasilkan kemajuan yang signifikan. Di antara negara-negara Muslim di dunia, belum satu pun yang dapat dikategorikan ke dalam negara Industri. Paling banter, negara-negara muslim disebut sebagai negara sedang membangun (develoving countries).
Di sebagian besar negara-negara Muslim, kemiskinan dan keterbelakangan masih menjadi fenomena yang akut. Negara-negara Muslim yang berhimpun dalam Organization of Islamic Cooperation/OIC yang merupakan asosiasi lintas negara terbesar kedua setelah PBB dengan anggota sebanyak 57 negara dengan penduduk mencapai 22,5% dari total populasi dunia namun secara akumulasi, negara-negara OIC hanya mampu memproduksi 7,2% saja dari total GDP dunia.Mereka hanya berkontribusi 9% dari total nilai perdagangan dunia (world trade) dan 12% dari nilai perdagangan di antara negara anggotanya (intra-trade). Â Data di atas menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi umat Islam kontemporer masih sangat marjinal, kurang produktif, tidak kompetitif, dan tidak memiliki kerjasama dan networking yang baik di antara sesamanya maupun dengan negara-negara non-Muslim.
Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, setidaknya, ada dua model pembaharuan umat Islam yaitu model Sekulerisme Turki yang memisahkan Islam dari kehidupan berbangsa dan bernegara dan model Islam Arab Saudi yng menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Kedua model pembaharuan dalam Islam tersebut belum menghasilkan kemajuan yang signifikan, karena kedua Negara tersebut sampai saat masih belum masuk kategori Negara industri maju.
Berdasarkan realitas tersebut maka diperlukan terobosan-terobosan pemikiran baru guna mengatasi kemandegan ini. Antara lain melalui pemaknaan kembali nilai-nilai dan term-term Islam  sehingga Islam menjadi motivator dan dinamisator peradaban yang progresif revolusioner.
Â
Key World: keterbelakangan, kemajuan, pembaharuan, nilai-nilai, Islam.
Â
Â
Abstract
"You (Muslims) are the best people born to mankind, (for you) enjoin the goodness, and prevent from the evil, and believe in God" (Surah 3: 110). The translation of the Qur'anic verse above has been realized by the Prophet and the early Muslims in real life. They become the best people in the true sense. Best in politics, best economically, best culturally, best morally, best in the mastery of science and technology, best in all aspects of life. Islam and the greatest Muslims and no one to match his greatness, not only the jargon but proven in the reality of life. In a very short time, they managed to undermine the Persian and Roman hegemony, the two superpowers that existed at that time, and widened the reach of its territory to two-thirds of the world at that time. In its golden age daulah Islamiyah acts as a lighthouse in the darkness of the world and a reference for the people of other religions.
Â
Full Text:
PDFReferences
Michael H. Hart, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah,Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1989.
M.Dawam Rahardjo, Kritik Nalar Islamisme dan Kebangkitan Islam, Jakarta, Freedom Institute, 2012.
Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta Paramadina, 1997.
Maxime Rodinson, Islam dan Kapitalisme, ter. Asep Hikmat, Bandung, Iqra, 1982.
Said Zainal Abidin, “Globalisasi dan Pembangunan Ekonomi Rakyat,†dalam Pembangunan Ekonomi Nasional, ed. Dawam Raharjo, Jakarta: Kadermasa, 1997.
Mohammad Arif Budiman, Revitalisasi Kekuatan Ekonomi Umat, Kompasiana, http://www.kompasiana.com/moch_arif_budiman/revitalisasi-kekuatan-ekonomi-umat_552ac2056ea834ae4d552d0f.
Al-Amier Syakib Arsalan, dalam bukunya Limadza Taakhkhorol Muslimuuna Walimadza Taqoddama Ghoiruhum, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi†Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan Mengapa Kaum Selain Mereka Maju,Jakarta, Bulan Bintang, 1967.
Bambang Triatmodjo, Menuju Kejayaan Umat Islam, Yogyakarta, Beta, 2015.
Robert N. Bellah, Tokugawa Religi: Akar-akar Budaya Jepang, ter. Wardah Hafidh dan Wiladi Budi Harga, Jakarta: Gramedia Pustaka, 1992.
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Jakarta, Mizan,1996.
DOI: 10.24235/empower.v2i1.1648
Article Metrics
Abstract view : 383 timesPDF - 331 times
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2025 Empower : Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.